Search This Blog

Wednesday, August 9, 2017

Nasehat pernikahan

Dalam sebuah perjalanan menuju tempat buka bersama di pusat kota, tetiba aku mengingat banyak hal terutama tentang ramadhan ramadhan yang sudah kulalui. Duluu, ramadhan adalah saat dimana aku dan keluargaku beriringan menuju masjid untuk shalat tarawih, lalu kemudian hiruk pikuk kampungku lepas tarawih yg masih saja ramai, seperti siang saja. Sahur menjadi moment yang saangaat kurindukan ketika akhirnya aku jauh dari rumah, bagaimana ibuku menyiapkan segala sesuatunya untuk kami sekeluarga, tanpa membangunkan kami untuk membantunya. Ah aku selalu ingin menangis kalau ingat rumah. Kasiih ibu dan bapaak, tanpa pamrih yaa๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ.
Melewati ramadhan di kota kembang, hampir 7 tahun tentu menyisakan kenangan. Teman kosan menjadi keluarga kedua hehe.

Hidup berjalan seperti mimpi, karena akhirnya aku menikah wkwk (yaaah, jalan hidup memang rahasia Allah, kita hamba hanya mampu berusaha sekuat tenaga menjadi yang terbaik didunia).

Balik lagi keperenunganku dalam perjalanan tadi, semakin kuingat semua, semakin kurindu untuk pulang dan bertemu, ah siapa sih yang nggak kangen orangtuanya?? Semoga ada rejekinya tahun depan bisa pulang, Amiiiiin.

Apa yang kemudian menari nari dibenakku sepanjang perjalanan ini?? Ya ya, sosok ibu lagi lagi mengingatkanku akan segala sesuatu tentangnya termasuk urusan menikah ini. Sampai hari ini, detik ini ibuku selalu bilang tak pernah lupaa disetiap akhir teleponnya agar aku selalu berbakti kepada suamiku. Suami adalah pemimpin dalam rumah tangga katanya suatu hari, maka patuh dan taat adalah kewajiban istri . Kalimat ini hampir selalu di ulang (mungkin ibuku tau betapa pembangkangnya anaknya ini, keras kepala dan susah diatur).

Ah ibuku, waktu itu aku ingin sekali bilang kalau, ya kan suami juga harus begini begitu dll, yg dalam pikiranku suami dan istri adalah teman yang saling beriringan bukan satu raja satu pelayan. Bigg nooo. Inilah yang aku benci dari sebuah pernikahan yang sehari harinya banyak kusaksikan dikampungku dulu. Sejujurnya aku remaja memang tak ada daya upaya untuk melawan ketidaksesuaian yang selalu kulihat itu, hanya saja aku selalu mencatatnya bahwa kelak aku menikah tidak akan seperti ini, tidak bisa seperti ini๐Ÿ˜ 

Suatu hari aku menemukan potret kehidupan rumah tangga teladan yang menurutku bagus dan ideal. Yaa harusnya seperti ini. Dimana ada saling menghormati dan menghargai antara suami dan istri.

"Mas tolong ini....
Mas makasi yaa...
Ah indah sekali, ketika yg satu minta tolong, pihak lain bilang makasi.๐Ÿ˜๐Ÿ˜
(Semoga yg begini bisa kita budayakan ya paa, lebih indah bahasa komunikasinya)

2 tahun menikah seperti mimpi  hehe. Karena kehidupan pasca menikah itu buaaaanyak sekali belajarnya. kupikir dulu, mengenal hanya saat taaruf, ternyata sampai hari inipun kami masih belajar untuk mengenal satu sama lain. Yaa ada saja hal baru yang kemudian kita sadari bahwa itulah pasangan kita, kurang dan lebih harus kita syukuri.

Ujian rumah tangga itu akan ada. tugas kita berdua yang akan menghadapinya. ibaratnya yaa, kita sedang berlayar di samudera lepas, nggak ombak tinggi, angin kencang bahkan tantangan lain seperti bajak laut atau hewan laut buas kemungkinan datang menyerang. Bersiaplah dengan segala ujian yang ada. bekalmu cukup iman dan taqwa. mintalah selalu pertolongan kepada Allah SWT.

Masih dalam perjalanan kala itu, wajah ayah ibu makin jelas dan nasehatnya kembali terngiang. tak terasa memang air mata jatuh mengenangnya. ah aku bukan gadis kecil mereka lagi. setiap duri yang kini kulewati akan sepenuhnya adalah tanggungjawab suamiku, bukan lagi mengadu kepada mereka. rumah tangga ini, semoga sakinah, mawaddah, warahmah, seperti doa doa yang dilantunkan, Amiiiin.







No comments:

Post a Comment

Indonesia katanya

September....  Hmmm, benar sajaa. Mendung dan hujan di bulan september seperti turut membersamai perasaan saya yang sedang gundah g...