Search This Blog

Friday, September 28, 2012

my beloved sista


Untuk adikku diseberang pulau...
Langit boleh masih seperti yang dulu, bulan , laut, semuanya boleh masih sama, tapi seiring waktu ada yang selalu berubah dalam diri manusia, ia tumbuh dari kecil menjadi remaja, remaja menjadi dewasa, dan dewasa menjadi tua.
Adikku,...lama akhirnya ku menemukan kata untukmu,.. ada yang ingin ku sampaikan lewat kalimat-kalimat bisu yang nantinya akan kau pahami kalau sudah waktunya. Ada saatnya kau tahu sebelum dunia merubahmu,...
Adikku,...usia terus beranjak senja, hidup pun begitu makin lama makin banyak warna yang ia torehkan dalam cerita kita. Kau kini mulai mengenal banyak hal tentunya, sebagaimana aku dulu. Belajar mengenal sesama, mengenal lingkungan, dan mengenal diri sendiri.
Adikku, mengenal diri sendiri itu lebih sulit dibanding mengenal orang lain. kenapa?? Karena beragam senyawa dalam tubuh manusia  yang bersatu padu menjadi satu. Kadang kau sulit memutuskan ketika hati bicara dan logika menolak. Kadan juga kau bingung bilamana yang dilihat oleh matamu bertolak belakang dengan apa yang ada dalam pikiranmu. Semua itu adalah hal yang wajar sayang,.. itulah kita, makhluk yang allah ciptakan yang ia beri hati dan pikiran agar bisa berjalan dengan benar dan bisa melihat dengan benar. Walau kadang tanpa sadar kita ingin mengubahnya dari kodrat yang sesungguhnya.
Aku ingat.. beberapa waktu kemaren kenyataan hidup pertama mulai menyapamu. Kau gagal meraih mimpi. Sama denganku dulu. Kau hampir lupa ada yang lebih berhak atas rencana dan mimpi kita. Allah punya rencana untuk hambanya. Tak apa sayang, bukan berarti gagal itu tak punya harapan lain, bisa jadi itu adalah jawaban dari doa doa kita dulu untuk menuju kesana ada banyak caranya, dan yang pasti allah pilih yang terbaik. Sebenarnya upaya untuk menguatkan diri itu tak datang dari orang lain, tapi dalam diri kita sendiri. Ia ada dalam diri kita masing-masing. Untungnya kau mendengarnya,walau apa yang kusampaikan mungkin tak cukup. Kau akhirnya tegar dan bangkit lagi. Aku bahagia, aku kakak yang ingin selalu ada untukmu.
Dimana aku saat ia datang padamu,...
Ini ceritamu tentang seseorang yang datang dengan sayap indahnya terbang mengitarimu. Aku juga tahu tentang hal ini. Aku mengalaminya. Ku biarkan kau menikmatinya, sebagaimana ibu dulu membiarkanku  menikmatinya tanpa banyak perintah larangan ini itu, beliau mengamatiku sejauh mana aku tenggelam didalamnya hingga akhirnya aku kembali ke pangkuannya lagi.  “ Adikku .. cinta itu ibarat kupu kupu, makin dikejar, makin ia menghindar, tapi bila kau biarkan ia terbang ia akan menghampirimu disaat kau tak menduganya “. Aku tau kau punya sejuta rasa tentangnya, aku paham selayaknya aku dulu, tak satu pun melihat ada sesuatu dibalik dunia ini. Semuanya terasa indah.
Adikku,.. jangan salah bunga mekar ada saatnya ia layu dan gugur ke tanah, rumput hijau adakalanya ia berubah jadi coklat. Pun musim ia terus berganti. Manusia pun begitu dik, hati itu mudah berubah. Hanya allah lah yang berhak membolak balikkan hati kita.
Adik, banyak hal yang membuat kita tanpa sadar telah kehilangan air mata. Saat kau lihat warnanya abu-abu tak jelas. Layaknya awan hitam diatas sana, tapi nanti ia akan hilang setelah hujan berhenti dan ada pelangi yang indah yang menggantikannya. Hidup pun begitu, kalau luka pasti ada obatnya, kalau jatuh itu biasa, tapi bagaimana cara bangkit lagi itu juga bukan hal yang mudah. Tenang saja, badai pasti berlalu kata orang dulu.
Adikku,.. jangan ragu mengatakan tidak kalau kau benar-benar tak menyukainya. Karena tak boleh ada rasa sepihak, rasa itu dari dua hati bukan satu.
Satu hal lagi hidup itu ibarat dalam perahu ditengah lautan. Berlayar sampai ke tujuan pun banyak caranya. Mau dengan pendayung handal atau dengan arus gelombang, itu pilihan sayang... benar dua duanya punya peluang yang sama untuk sampai disana. Siapa yang selamat atau yang tenggelam hanya allah yang tahu, yang jelas ada pedoman hidup untuk manusia. Tergantung mau mengikutinya atau tidak. Sekali lagi hidup itu pilihan.
Baik sayang.... belajarlah lebih banyak bila nasehat ini rasanya masih kurang. Belajarlah pada siapapun, pada apapun. Allah bentangkan langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya agar manusia bisa belajar memahami arti yang sesungguhnya.
Pagii ujung september,..
Miss you

Wednesday, September 26, 2012

kawasan bintang


Kawasan bintang Cibubur
Dengan malu-malu memasuki kawasan penuh bintang,  ya  kawasan bintang, sinarnya seperti bertanya padaku, kapan aku bersinar. Setidaknya menyinari diriku sendiri. Ahh..benar, lama rasanya tak muncul dikawasan ini, seperti ada yang hilang.
Beberapa diantara kita sudah ada yang saling kenal, walaupun belum terlalu kenal, kenal wajah, lupa nama. Kita berasal dari berbagai kalangan, tapi kita punya satu kesamaan.  Ceritaku berikutnya, seperti menemukan sesuatu yang baru. Kutinggalkan sejenak aktivitas tugas akhir yang menguras waktuku belakangan ini. Senang sekaligus sedikit bingung mengapa aku bisa terpilih mengikuti camp ini. Ahh..ini mungkin salah satu jalan untuk  mengisi kantong semangatku yang terkuras beberapa minggu ini. Bismillah..berangkat.
Untuk pertama kalinya aku mengikuti kegiatan pelatihan seperti ini, kubayangkan hal-hal menyenangkan yang mungkin akan kutemukan disana. Karena yang akan kutemukan adalah orang-orang hebat dari berbagai universitas besar di Indonesia. Berharap langkah ini benar ya allah. Aminnn. Ku tancapkan  niat itu dihati. Selangkah lagi menjadi orang yang mampu mengemban diri dan mengembangkan potensi. Itu benih yang ku tanam  sebelum bis ini melaju membawa ku ke Cibubur.
Terus melaju menembus waktu. Jakarta menyambutku dengan..lagi-lagi dengan asap hitam kendaraan. Polusi masih betah mengitari ibukotaku. Ahh, gerahnya tak langsung memelukku tapi bisa kurasakan, dari luar jendela bis ini, kulit legam anak jalanan memantulkan hawa tak sejuk. Ah..kotaku. brrharap ada yang berbeda semenjak awal kedatanganku. Hmmm...jakarta makin pekat saja batinku.
Rumput Cibucur basah, hujan mengguyurnya beberapa jam yang lalu. Kawasan sejuk untuk ukuran jakarta. Ah kota ku seperti inilah kiranya setiap sudut dikotaku.
Kembali ke cibubur yang lembab, mulai hari ini dan empat hari kedepan, akan ada hal baru yang akan terjadi disini. Hmmm...ayo waktu tunjjukkan padaku, bagian mana dari cibubur ini yang akan menyeretku, mengherdikku untuk berlari terus berlari mengejar mimpi. Meyakinkan aku kembali terhadap coretan yang memenuhi dinding kamarku dengan targetan-targetan dan mimpi-mimpi yang setiap kali ku bangun memacu detak jantung, ataupun malah efek sebaliknya. Lemes, entah sejauh mana kini jalan menuju mimpi itu sudah ku tapaki.
Malam pertama dicibubur. Nah ini dia moment yang ditunggu-tunggu. Perkenalan. Cerita lama kawan, katanya tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak dekat. Sesi perkenalan dimalam ini riuh. Dia dengan jawa kentalnya, ini  nyunda banget, itu dengan betawi asli, eh anak seberang pulau dengan logat medan yang khas. Indonesiaku memang beragam. Kini bisa kurasakan langsung bhineka tunggal ika punya bangsaku. Ini ternyata. Aku bisa lihat, almamater kebanggaan masing-masing membawakan karakter si empunya. Punyaku mirip banget sama punya intan, yang kuning tuh paling kelihatan, ada ijo muda tu yang dari Jogja, jadi inget dulu aku sok tau banget, bilang ke teman aku kalau yang di jogja tu almamaternya ijo tua, hehe ( maaf uli, aku ngira-ngira waktu itu).kalo yang dari utara kepulauan indonesia itu warnanya ijo juga, tapi beda sama dari Jogja.
Wahhh..Cibubur serasa didatangi oleh anak dari berbagai daerah, Cibubur seperti indonesia mini empat hari kedepan.
Malam melangkah menjauh, membiarkan fajar menggantikannya. Waaahh,..saat ku membuka mata, aku salah bukan aku yang pertama bangun, lihat kawan, kamar mandi wisma ini ada lima dan terisi semua. Dahsyaaat. Lalu seketika kulihat diriku yang jam segini masih memeluk guling berselimutkan kenyamanan. Saat fajar benar-benar turun barulah kuturun bak ratu dari peraduannya. Aku tau pasti mentari tak suka padaku, karena aku luput dari kemunculannya yang anggun itu. Ahhh...kapan terakhir aku bangun sepagi ini? “ hiaaa...astagfirullah, wajahnya tiba-tiba muncul. Kaget aku. “ hayo ngantri, jam tujuh teng harus udah ditempat”. Hummffg. Pembelajaran berikutnya : pastikan kau melihat sang fajar mengunjungimu “,sebagai langkah awal yang tepat dalam memulai hari.
Setiap kata yang mengudara di kawasan ini seperti lebah-lebah yang menyengatku. “mimpi akan tetap menjadi mimpi kalau tak ada tindakan berarti”. Teggg..kenalah ulu hatiku. Itu aku. Bagaimana dengan makluk lainnya? Hello dunia, hari ini ada yang mengguncang alam bawah sadarku. Istana mimpiku terusik. Kawasan bintang, aku ada disekitarnya, terkena sinarnya, apakah aku bintang? Seperti yang orang lihat dari kejauhan?, aku berada dikawasan bintang, apakah aku bintang, karena aku turut bercahaya karena sinarnya?. Aku berubah jadi semut kecil yang meringkuk dibawah sepatu bang bono, uupss..kecil banget.
Cibubur kembali berembun, gerimis pagi menyambanginya. Sungguh pemandangan yang menyejukkan, rumput cibubur bertemu tetes hujan nan lembut. Kembali seseorang dengan langkah tegapnya, membius ruangan ini dengan lecutan-lecutan semangatnya. “Your map road”. Heyhey..tamat kuliah mau kemana??”Kontribusi apa buat bangsa?”.harus taat aturan loh.. kalau mau sukses, di negeri antah barantah sana, orang-orang pada sukses karena taat aturan”.ohhyaaa...??? “change ur attitude, change ur tehnique, change ur habit”..,seperti seorang pemimpin perang, siapa itu yang di arek-arek suroboyo..dahsyaat. kalau dulu, pahlawan kita berperang dengan bambu runcing, kini beliau berada digaris depan memimpin pasukannya mengebom indonesia dengan prestasi. Gerimis jadi saksi.  
Cibubur makin rame, hujannya makin bersemangat. “dalam waktu tiga puluh menit, sampah harus terkumpul minimal seribu”. Hiyaaa..next job. “teman-teman, kita harus mengumpulkan sampah minimal seribu dalam waktu tiga puluh menit. Kantong plastik kami mulai terisi, kami kelompok dua, oiya hampir lewat. Namanya mentari. Ceritanya kita adalah mentari yang menyinari langit masa depan indonesia. Aku akan jadi mentari??, wahhh pasti mentari yang tak suka padaku akan bertanya apakah aku bisa menyamainya?ckckck, lihat setelah ini aku akan lebih dulu bangun sebelum kau muncul, agar aku bisa melihatmu mentari. Benar setelah ini aku berubah menjadi mentari??
Menyusuri bagian timur buperta cibubur,” seribu sembilan puluh sembilan,” ia menghitung sampah terakhir yaang ia masukin. Tanpa sadar, operasi semut ini terasa ringan. Cuma jalan-jalan sekitar sini, menyisir bagian timur cibubur, udah deh, andai diluar sana sampah juga dipungut tanpa beban seperti ini? Yakin, negeri ini bisa kinclong. Bersinar layaknya mentari ( lohh..).
Kantong plastik penuh sampah itu masih menjalani proses  berikutnya. “intruksi berikutnya, dari sampah yang sudah dikumpulkan ini harus dibuat sebuah bangunan yang bisa berteduh dua orang”, pak rudi yang memegang kendali acara ini. “Asiikkk...outdoor.” hiaaaa... hujan derasss.manteeepp.
Peserta dengan kepala sekitar 130an orang ini berbondong-bondong menyonsong hujan. Yee..”siapa takut. Makin deras, makin asikk. Kapan lagi bisa kayak gini”. Ia  terus aja mengomentari moment hujan yang akan menemani kegiatan outdoor kami.. “Waaahhh..bergelut dengan sampah ya?” dalam hati. Memang kenapa? jijik?” oiya?? Mikir nggak sih, perasaan orang yang tiap harinya seperti ini? Atau orang yang menjadikannya ladang rezeki?ckckck. buka mata. Dan kawan, nggak satupun yang kudengar keberatan loo. Wahhh..untung aja perdebatan ini di dunia lain,tak sampai loncat ke dunia nyata.
Hujan masih mengguyur cibubur. Malah makin deras. Hepp..oho, don’t stop us now. Nggak bisa. Masih diantara hujan, mentari melewati berbagai permainan ala tim yang butuh kerjasama dan solusi bersama. Benar, ini simulasi sebuah organisasi, pondasinya negara.
Malam kedua di cibubur,..
Ada moment penting disini. Intruksi dari tim acara camp”malam ini tuliskan target hidup anda pada kertas yang kami sediakan, alamatkan pada orang tua anda, nanti akan dikirm ke orang tua anda masing-masing”..
Pelan dan hati-hati tintaku menari mengikuti sunyi senyap ruangan ini. Cibubur hening. Semua mata tertuju pada kertas kosongnya masing-masing.
Eh, kenapa ada aliran panas di mata, uhff. Suara disebelahku mulai terdengar aneh, sumbang, inisiasi untuk tangis dibeberapa kedalaman. Aku mengerti akan banyak yang lepas kendali di sini. Wajar.
 “Acara bebas selanjutnya diserahkan pada kelompok masing-masing”.
“Okeh sekarang kita, sekarang kita sharing aja ya, tentang mimpi-mimpi kita” tentang apapun lah, bebas, .gimana teman-teman?. Boleh-boleh yukk”. “Yuk kita cerita-cerita aja sepuasnya”. Yang lain mengangguk. Sepakat kalau malam ini kita berbagi tentang mimpi dan masa depan. Mentari mencoba meniti hari esok dengan mempererat tali ukhwah dengan sesama. Ini antara kita. Mentari. Seperti kelompok yang lain. Chesee, pahlawan, pemuda bangsa, pun mentari membentuk lingkaran. Dari lingkaran kecil ini mimpi itu berpendar. Menjauh dan semakin menjauh. Menjangkau batas mimpi itu.
Mentari edisi malam ini : semua tentang kita (seperti lagunya peterpan tempo dulu. Pas). Satu-satu mulai bercerita, semuanya, tanpa batas. Sebentar, tiga hari yang lalu, kau siapa darimana, bagaimana, dan bla, bla? Oho...waktu terlalu singkat tak jadi soal  untuk mengenalmu lebih dalam. Cerita kita, masih dalam bingkai satu rasa, karena kita satu keluarga pada suatu masa dikawasan bintang cibubur.
Sepakat cerita diawali dari pemuda dari tanah Deli.Ceritanya mengalir, terus saja, menyambung menjawab setiap tanya yang muncul dibenak kami. Kawan, jauh dari yang kubayangkan. Mungkin banyak kisah yang membuat haru tapi rasanya jauh lebih dalam kalau kau berada disisinya. Tess..tess, mata para cewek mulai berkaca. Ahh..kawaan ,pliss tolong jangan berhenti, kau pasti bisa. Kita bisa. “pasti ada jalan selagi ada usaha untuk merubah nasib.
Sesi pemuda aceh. Ia mulai berkisah.. Ayooo semangat, aceh menuggumu membawa perubahan itu.  jemput mimpimu. Kau tak sendiri, ada kami disini.
Sesi pemuda jawa. Yang satu ini begitu bersemangat mengawali ceritanya. Ia bacakan surat untuk orangtuanya.
  Ini seperti sinetron kawan. Tapi ini beneran, sungguh, terpekur dan memahami. Kawan,...ini cerita kita, dan diluarsana masih banyak yang mungkin lebih perih dari kita tapi dengan satu keyakinan bahwa kita bintang untuk sandiwara hidup kita masing-masing.
 Semuanya punya mimpi. Cibubur saksi ketika satu persatu mimpi itu mengudara disini. Diam dan menyimpan kelak di edisi hari esok kita bisa bertemu dengan baju mimpi yang kita ikrarkan disini.   
Teng...pagi dihari keempat
Pagi mulai meninggi. Saatnya  bergerak, melangkah menepati janji masa depan.
Cibubur suasana terakhir. Ketika pertemuan kita berkahir hari ini.  “sampai jumpa semuanya, yang ujung indonesia mulai melambaikan tangannya, Bogor, Bandung dan Jogja pun beranjak ke asal masing-masing.
Bis mulai bergerak, melintasi, jauh, mejauhi cibucur. Rumput cibubur berembun. Ketika waktu terus berputar meninggalkan peristiwa menjadi kenangan bahwa cibubur pernah menjadi kawasan bintang yang berikrar untuk berevolusi menyinari bumi. Kita....
Pagi bersama mentari menata kembali hati untuk melangkah meraih mimpi...
*Do my best to my life*

Thursday, September 20, 2012

**Cerita Cita**

                             
Untuk seseorang yang inginku sampaikan langsung padanya bahwa aku menempuh lintasan yang berliku hingga hari ini aku masih bertahan, Ibu...ini ceritaku untukmu dalam bingkai mimpi kita. Izinkanku dalam setiap kata yang akan ku urai adalah kejujuran tanpa sekat.

Bukan tanpa perjuangan aku tiba disini, sebuah pertarungan hebat baru saja kulalui,walau kenyataan tak sesuai harapan, maka kesabaran tengah di uji, lalu berjalanlah mencari rasa syukur, itu yang mestinya ku lakukan. Ikhlas, tak semudah yang kubayangkan selama ini.
Suatu saat dalam cerita hidupku, aku berada jauh dari tanah moyangku, tiba disebuah wilayah antah barantah di negeri ini semuanya terasa sangat asing. Aku memilihnya, tanpa alasan setelah aku gagal menembus anganku. Semua berawal saat  agustus mengumumkan  bahwa aku gagal mewujudkan impian masa kecilku. Kenyataan bertubi-tubi mengingatkanku,aku gagal. Aku mulai meragukan kekuatan mimpi,benarkah? Bukankah usaha=hasil? PERIHH.
Tapi kuteruskan langkah ini, langkah kecil mahasiswa baru diranah kampus yang masih asing. Lama ku perhatikan buku birunya, buku perkenalan (tugas ospek). Sekilas bagian depannya sama dengan apa yang ku tulis. Ia menoleh, tersenyum. Kemudian pandangannya jatuh ke buku biruku yang terbuka lebar, seperti ingin mengatakan sesuatu saat melihat apa yang ku tulis persis sama dengan yang ia tulis.  Aku mengenalnya sejak pertama ospek. Tak banyak cerita hingga akhirnya kami dipertemukan pada satu titik lewat satu kata yang tercantum pada buku biru itu.
Akhirnya ku pun tau, ia tak jauh beda denganku, berharap mimpi jadi kenyataan. Lalu apa yang membuat aku ataupun dia sejauh ini bisa bertahan? Adalah sosok mereka yang senantiasa berdoa menngiringi langkah kami. Benar, ia pun mengangguk saat suatu sore ketika cerita diantara kami terus bergulir.“Dian”, kita masih punya kesempatan”, ujarnya sambil menekuri buku perkenalan yang masih terbengkalai. Didepanku tugas ospek masih utuh, semua masih dalam proses. “Maksudnya”??, saking lelahnya menjalani ospek hari ini, ku pun tak bisa menangkap omongannya yang hanya sepotong kalimat sederhana.”katanya pejuang tak boleh kalah dengan dirinya sendiri”, kalah dengan ketidakberdayaan” ia  mengurai panjang sembari melilit benang kasur pada sisi bukunya. Aku mengangguk. “Kau benar, tapi apa yang bisa kulakukan, sejauh ini rasanya ku belum mampu mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang ku inginkan”. terlalu mahalkah harga sebuah impian untuk ku tebus dengan semangat dan kerja keras? “Aku masih tak mengerti bukankah usaha sama dengan hasil?” ia mengangguk, meyankinkan bahwa harapan masih ada selagi ada kesempatan untuk meraihnya. Semua bergulir begitu cepat.  Untuk hari selanjutnya dengan sebuah proyek yang besar. Hanya aku dan dia yang tahu, Inikah titik balik perjuangan itu?
Pagi ini di wilayah antah barantah itu. Sedikit berkabut, masih agak pagi sih, tapi lebih baik daripada terlalu siang, hawa kering dan berdebu sangat tidak membuat nyaman. Sebulan berlalu, pekuliahan mulai berjalan teratur.  Seseorang duduk tepat di belakangku, seorang cowok bermata sipit sedang menatap keluar jendela, entah apa yang berada di pikirannya, mungkin ia sama sepertiku, perantauan yang terkadang merindukan suasana rumahnya. Tapi sepertinya aku tidak begitu mengenalnya. Aku lupa namanya. Hmmm... apa dia anak baru? Ahh.. mana mungkin, semuanya juga anak baru, ahh parah, kalau ketauan senior bisa dimarahin, masa nggak kenal dengan teman sendiri. Ckckkck. “Hey... udah dapet tanda tangan berapa??” Tanyaku untuk memastikan bahwa makluk ini memang mahasiswa baru. Ia menoleh, menggeleng cuek. Busheett.. sombong nian euy. “ aku nggak ikutan ospek, ujarnya meluruskan praduga sementara yang muncul di benakku,hemm...”setengah melotot..kenapa?” Males aja..”hah??.oooo”...(saatnya untuk tidak mencampuri urusan orang lain, mungkin sicina ini punya seribu alasan untuk itu, itu pilihannya, mengurangi keudikanku, jangan sok kenal key )
“Dian,” ...aku menoleh, ia menghampiriku dengan tergesa.”Kenapa sih buru-buru amat, ada berita apa?” Dapet tanda tangan ketua BEM ya?” Wahh hebat, mau donkk. “Siiiitt... diam dulu.. aku punya sebuah rencana yan, ntar deh ceritanya nggak enak ada orang”. Hmmm kirain apaan.” Ehh... blum tau dia, ntar deh ya kalo aku udah cerita pasti kamu takjub”. “Wooww... seheboh apa sih ?”
Siang itu aku dan dia larut dalam pembicaraan serius, sebuah proyek besar. Serasa anak sma lagi, tapi aku bahagia, untuk akhirnya menemukan jalan ini, tak pernah terbayangkan, akan ada jalan seperti ini pasca laga kemaren. Ahhhh...kalau ibu tau ia senang atau malah sedih ya??
“kamu kenal si cina itu nggak?” Masa dia nggak ikutan ospek, sesaat setelah sicina berlalu di hadapan kami. “Kamu baru tau yan?” Dia emang nggak ikutan ospek kok. Kenapa? Hmm jangan-jangan dia  kayak(tiiittttt..sensor). “Hahahaha” . mungkin. Dan sepertinya begitu.
Pasti nggak ada yang percaya dengan proyek kami. Hebat. Salutku buat dia yang punya rencana brilian ini. Hingga suatu hari si cina mendapati kami yang sedang asyik mengutak-atik rumus fisika yang rumit itu. Dan bisa kau tebak kan, dia adalah golongan kami, yang melihat semua ini dalam dimensi yang berbeda dari kebanyakan manusia lainnya. Untuk selanjutnya si cina bergabung dengan kami untuk melanjutkan perjuangannya. 
Sore itu, atas saran si cina, untuk selangkah lebih maju, iya...untuk sebuah impian perlu pengorbanan. Ibu atau siapapun itu pasti sulit percaya bahkan mungkin tak percaya kalau akhirnya harus menempuh jalan ini, benar kawan, demi persiapan yang lebih matang, kita harus memilih, bertahan dengan keadaan yang sekarang atau melanjutkan perjuangan demi kepuasan batin? Dua hal yang sungguh sulit untuk ku putuskan. Aku menatapnya lalu si cin bergantian, benarkah?? Dua orang ambisius ini terlalu jauh kah?? Otakku masih berputar, lagi-lagi wajah teduh wanita kuat nun disana  melintas dibenakku,..pliss god lead me. Untuk sekian menit berikutnya, aku berada dalam keputusan yang sama dengan mereka. Ibu , semoga ini jalan untuk mewujudkan impian kita, restui aku untuk kembali mengulang pertarungan itu, mengubah sejarah menjadi mahasiswa berbaju putih. Ibu maaf ku untuk menyembunyikan semua ini, hingga suatu saat nanti ku ingin kau dengar hal itu dariku. Mohon dukunganmu  untukku yang akan vakum dalam beberapa waktu ini. Terkadang inilah yang membuatku tak kuasa menahan tangis saat betapa mahalnya nilai pengorbanan untuk sesuatu yang kita inginkan dibandingkan mereka yang mungkin bisa mendapakannya dengan mudah. Aku masih belum paham hal ini,untuk bisa mengerti tentang keadilan yang memihak. Entahlah.
“ Apa rencana ini tidak berlebihan? Setidaknya ada pertimbangan “Dian, jujur aku masih menginginkannya lebih dari sekedar ingin”...aku tak ingin menjalaninya dengan sebuah keterpaksaan, kau paham kan yan bahwa kepuasan batin yang kita cari bukan gengsi semata. Ayolah yan, kita bukan bicara masa lalu, tapi masa depan yang belum terlambat untuk kita ubah“Kamu ragu yan?” tapi kita tidak melepasnya kan ??” Setidaknya kita masih punya harapan hidup jika tetap tak bisa?” aku ingin memastikan bahwa langkah ini tidak keliru, bahwa inilah yang kami butuhkan saat ini. Untuk yang mengerti bahwa inilah esensi dari sebuah impian yang membutuhkan pengorbanan bahkan jiwa sekalipun, setuju kawan?? Maaf kawan kalau banyak tanya yang tak  bisa dijawab, pun tatapan heran dari mereka, ada saatnya mungkin kalian akan tahu dengan sendirinya.
Ibu, izin bolos beberapa minggu ya, plisss jangan sedih. Aku baik-baik aja kok. Selanjutnya saat perjalanan itu hampir menunjukkan hasil akhir. Yahh... april yang ganas menyapa, bom atom kembali mengguncang pertahananku, sabtu yang teramat kelabu, aku dan dia saling menguatkan dan mencoba untuk tegar. Hanya itu yang sanggup kulakukan. Sekali lagi kawan,  aku meragukan kekuatan mimpi. Sekali lagi kawan, hukum alam, usaha sama dengan nol.
Pagi setelah beberapa waktu yang lalu tak beredar di kampus. Banyak mata yang bertanya, heran. Tapi cukup dengan senyum. “Dian, kemaren kemana aja?” sakit ya”?  Tak banyak komentar karena aku yakin mereka pasti tau hal yang sebenarnya. “Dian apa yang sedang kau pikirkan”? Aku menghentikan gerakan pulpenku yang sejak tadi bekerja menuliskan mata kuliah yang banyak ketinggalan. Aku diam, tak ada yang ingin ku ucapkan, “aku terlalu sedih dengan semua ini, bila kuingat ibu diseberang pulau nun jauh disana dan sebuah foto usang yang kutau masih terpajang kaku di ruang tamu, ahhhhh rasanya aku ingin ditelan bumi. Aku paham kecewanya, mungkin kita tak pantas mendapatkannya. Ku pandangi kertas fotokopian yang berserakan di meja, ujian semester sudah di depan mata. Ahhhh....kenapa rumit begini?? “ Ayo kita harus semangad ,”pahit saat ku ucapkan kata itu.
Ku dengarkan sampai ia selesai bicara. Bahwa ia tak padam, sekalipun badai menghempasnya, itu yang ingin kumiliki tapi , sejauh ini aku masih mempertimbangkan apa yang kita peroleh saat ini karena mendapatkannya pun bukan hal yang mudah. Kamu ingat setahun belakangan ini, berjuang mendapatkannya bukan berarti pilihan lain tak ada maknanya. ingat terkadang kita lupa sesuatu yang kecil saat hal yang besar menjadi tujuan utama, bukannkah sesuatu yang kecil bisa berubah menjadi besar??”. Ia terdiam. “ Dian aku tak boleh berhenti sampai disini. Aku tertunduk, sepertinya atmosfer di  antah barantah ini sedang tidak berfungsi, sesak. Ia menatapku, “besok aku berangkat meneruskan yang kemaren” ujarnya mantap tanpa jeda. Aku masih tak percaya kalau akhirnya mengundurkan diri adalah jalan terakhir yang dia pilih. Lalu, aku selanjutnya?? “Ku tunggu keputusanmu” ujarnya sembari menepuk pundakku. Hingga mentari muncul keesokan harinya, tak kutemukan kata atas inginku, atas langkahku selanjutnya.” mengapa aku tak berani??”
Saat esoknya tak ku temukan lagi sosoknya, si cina menghampiriku dengan wajah kusutnya yang hampir sama denganku. Dan bisa ku tebak apa yang ingin ia sampaikan. “Yan.. minggu ini aku akan cuti”. Cuti atau mengundurkan diri?? “Mungkin saat ini cuti. “Dian sulit mempertahankan sesuatu yang tidak kita inginkan. pikirikan baik-baik, bahwa tak ada yang sia- sia saat kau melakukan sesuatu. Ahhh..kawan, kenapa menasehatiku, kalau sendirinya begitu. Makin abu-abu. :( 
Waktu yang tak bisa ku hentikan barang sedetikpun saat ku putuskan diam di tempat atau bahkan mengikuti mereka. Dan inilah yang sanggup kulakukan. Mempertahankan apa yang ada padaku. Walau inginku melampaui batas kemampuanku. Walau kadang jiwa ini berkelana meninggalkan raga, mencari dimana mimpi bersembunyi.
Kawan, badai pasti berlalu, kata tua yang benar adanya. Sebening pagi yang menemaniku melintasi pagi yang masih perawan. Kalau saja aku tak ingat amanah mu, mungkin aku tlah ditemukan dalam keadaan yang amat labil malam itu, saat hasil akhir ujian yang membuatku terpesona,terpana dan tak punya kata, rantai karbon jenuh dan huruf gendut itulah yang kuraih. Aku masih ingat siapa aku, seseorang yang kini sulit untuk dibanggakan.
Untuk pertama kalinya aku merasa hidup di antah barantah ini, untuk pertama kalinya aku merasa udara sekitarku begitu lembut. Kemana ia selama ini?? Udara ini, mentari yang hangat ini?? Serta langit indah itu? Antah barntah ini ternyata cantik juga. Atau aku tak mampu menyadari keberadaan mereka? Langkah ku ringan menuju kampus tercinta, fakultas tercinta. Semua menyapaku, mengapa mereka begitu ramah?? Atau lagi-lagi aku tak menyadari ada makhluk lain disekitarku. Ahhh...Kemana aku selama ini??
Waktu masih berputar dengan wajar. Ibu aku kini tlah kembali ke dunia nyata, setelah beberapa waktu lalu berada di negeri dongeng seribu mimpi. Aku kembali merasakan gravitasi bumi yang sesungguhnya. Aku yakin ini berkat doamu. Kini ku mulai memahami mengapa aku dikirim kesini adaalah bukan untuk mengejar sesuatu tetapi belajar menjadi sesuatu. Bukan  dewa berbaju putih saja yang bisa menjadi dewa penyelamat, mereka juga punya andil yang sama pentingnya, bahwa ibu aku belajar bukan untuk sebuah gelar.

Aku berhak bermimpi
Aku berhak menjadi putih
Tetapi aku tak berhak menjadi putih yang nyata
Aku putih, di dunia yang berbeda
Aku putih di atas kertas, aku putih dalam lembaran catatan usang
Putih yang tak bisa ku miliku, satu hal yang harus kau tau, aku bisa menjadi putih bagi hitamnya langit malam
(ketika makhluk putih itu selesai memeriksa infeksi ditanganku,  disuatu siang saat tiba-tiba ingatanku masih melekat tentang putih, untuk ku kenang sejenak, bukan untuk kembali meraihnya, mungkin aku tlah mendapatkannya, disini. )
“Dian..apa bedanya a dengan d?” “nggak ada”, mereka sama pentingnya bagi manusia, bersyukurlah bila kau terpilih memerankan salah satu diantaranya dan berjuanglah, tak satupun yang sia-sia di dunia ini, semua tercipta dengan skenario dan susunan cerita yang begitu indah. Allah lebih tau tentang segala sesuatunya.
“Jika kita berupaya sekuat tenaga menemukan sesuatu, dan pada titik akhir upaya itu hasilnya masih nihil, maka sebenarnya kita telah menemukan apa yang kita cari dalam diri kita sendiri yakni kenyataan, kenyataan yang harus dihadapi sepahit apapun keadaannya” (Edensor ).

 ***Sebenarnya pejuang adalah pahlawan untuk dirinya sendiri. Berjuanglah karena hidup tak cukup sampai disini. Pahlawan... yah..ia tak tau kapan ia berhenti ***

Indonesia katanya

September....  Hmmm, benar sajaa. Mendung dan hujan di bulan september seperti turut membersamai perasaan saya yang sedang gundah g...