Beberapa waktu lalu, saat berkumpul dengan teman ibu ibu Jepang, biasanya kami akan diskusi tentang banyak hal (aku sih lebih tepatnya banyak bertanya), aku menanyakan bagaimana sih ibu ibu ini dalam mendidik anak anaknya? atau gimana sih pola asuh orangtua terhadap anak di Jepang?? aku penasaran sekali, sekiranya mereka mau membagi ilmu parentingnya, yang kemudian untuk dijadikan sebagai pandangan baru soal mendidik anak kedepannya.
Flashback sedikit tentang kisah kunjunganku ke sebuah Sekolah Dasar (SD) di Jepang pada tahun 2015, saat ada acara kunjungan dari sekolah Republik Indonesia Tokyo ke Ibaraki Elementary School (semacam agenda tahunan yang sudah berlangsung sejak lama). apa pelajaran yang ku ambil dari kunjungan sehari itu?? bahwa video tentang sekolah anak di Jepang yang membersihkan kelasnya sendiri itu benar adanya, ramah tamah kepada orang lain/terutama orang asing, tata cara makan yang sopan, dan sangat higienis menurutku, rapi, bersih sekaliii. dan aku takjub selesai makan siang, anak anak ini memanduku untuk meletakkan piring kotor, gelas, sedotan, wadah susu, piring buah, sesuai dengan tempatnya masing- masing (ya ampuuuun dulu sampah asal taro jadii satu aja ☺), eits wadah bekas susu yang masih ada sisa didalamnya dibilas dulu yaa, jadi wadah susu benar benar bersih baru kemudian dibuang. yaps. itu sekilas gambaran kunjugan hari itu.
Balik lagi ke acara kumpul tadi, temanku sambil senyum, sambil mikir ngumpulin jawaban, lalu kemudian dia memberi komentar. "pada dasarnya sama aja sih dengan kebanyakan orangtua ditempat lain, bahwa kita mengajarkan hal hal yang baik kepada anak, seperti misalnya kejujuran, kita ajarkan dan contohkan untuk tidak sekali kali mengambil sesuatu yang bukan hak kita, tidak boleh mengambil barang yang bukan milik kita". jadi ini salah satu pelajaran penting yang harus kita ajarkan pada anak katanya. (oleh sebab itu maka tidaklah heran jika ada kejadian barang belanjaan ketinggalan dikereta maka barang tersebut utuh kembali dengan selamat, karena petugas sendiri yang akan mengamankannya, kita tinggal lapor aja, orang lain tidak akan mengambil barang kita, hmmm begitulaah di jepang. jikapun ada copet di jepang, kemungkinan besar itu perbuatan pendatang (sejauh ini sih begitu). jadi kebayangkan didikan kejujuran yang ditanamkan sedari kecil itu memang tertanam dan melekat kuat di benak mereka. ini satu point jadi catatan bagiku. lalu apakah hanya tentang kejujuran itu?? well, diskusi kita terpotong karena waktu main sudah usai. next time semoga bisa bincang bincang lebih dalam lagi dengan mereka☺.
Masih tentang pola asuh anak di Jepang ini, maka aku tertarik dengan satu bahasan dalam sebuah buku yang berjudul "The Japanese Mind", pokok bahasan tentang " Ikuji : Childrearing Practices in Japan. bagaimana penjelasannya ?. berikut penjelasannya menurut hasil terjemahan saya.
Pola pengasuhan anak yang diajarkan oleh ibu ibu di Jepang adalah tentang bagaimana anak bisa hidup dalam suatu kelompok dan bisa bekerja sama. jadi prinsip utamanya fokus pada pembentukan karakter individu yang tahu/mengerti bagaimana bekerja satu sama lain dalam suatu kelompok, jadi bekerja sama lebih ditekankan dibandingkan individualis, dan karena berada dalam grup, maka penonjolan diri (self-assertion) dianggap sebagai bentuk ketidakpatuhan. (saya jadi ingat betul, seseorang bercerita bahwa memakai kemeja selain kemeja putih di acara kampus semisal seminar, wisuda dll, dianggap kurang sopan karena berbeda dengan yang lain. lah toh kan pilihan kita mau pake kemeja warna apa yakan. tapi tetap dianggapnya kurang sopan kalau berbeda, jadi pakailah kemeja putih aja begituu, hmmmm . Ini salah satu manifestasi self-assertion mungkin yaa)
Hal ini kontras berbeda dengan budaya barat, khususnya budaya Amerika yang mana pola pengasuhannya banyak ditekankan pada kemandirian, kreativitas, dan penonjolan diri (self assertion).
Menurut Azuma (1994) pola pengasuhan di Jepang itu adalah "seep down type/ seep down parenting. 2 konsep utama seep down type ini :
1.Belajar sesuai apa yang dicontohkan orangtua ("learned by imitation of parents rather than linguistic analytical explanation").
sebuah penelitian yang dilaporkan Azuma, tentang bagaimana ibu Jepang dan Amerika dalam mengajarkan anaknya dalam menyusun sebuah balok-balok kayu kepada anak yang berusia 4 tahun. ibu jepang mencontohkannya pertama kali bagaimana menyusun balok balok kayu menjadi sebuah bangunankemudian ditiru oleh anaknya,. bila gagal maka ibu kan mencontohkannya lagi, sampai kemudian anak berhasil melakukannya sendiri.
Berbeda dengan ibu Jepang, maka ibu Amerika ini menjelaskan dengan sistematis bagaimana letak dan posisi balok yang benar, mengecek apakah anak sudah paham, kemudian membiarkan anak melakukannya sendiri.
Jadi terlihat sekali bahwa ibu Jepang menekankan seep down/mencontohkan/menirukan kepada anaknya sementara ibu amerika lebih ke verbally analitical.
2.Konsep seep down yang kedua adalah otoritas orangtua terhadap anak tidak begitu besar dibandingkan dengan ibu amerika. ketika anak salah, tidak patuh maka ibu jepang lebih membiarkannya dibandingkan ibu amerika yang menenkankan otoritas orangtua terhadap anaknya.
Sebagai contoh : anak tidak mau makan sayur maka :
Ibu Amerika : eat it, or you must eat it, then eat it please
Ibu Jepang : eat it, eat e little, or you can eat it tomorrow, can't you?
Meskipun hal itu terlihat ibu Jepang seperti memanjakan anaknya, sehingga terbentuk "a good child identity, maka seiring waktu membuat si anak sulit untuk melawan/tidak meyukai harapan/ekspektasi orangtuanya, bahkan menganggapnya memalukan untuk dilakukan.
Good chikd identity, ditekankan pada sikap/prilaku oleh ibu Jepang, sementara ibu Amerika menekankan linguistic expression. harapan ibu jepang adalah anak dapat mengontrol emosi mereka, patuh, memiliki sikap yang baik dan sopan, dan kemampuan untuk menjaga diri mereka sendiri, sementara ibu amerika memiliki harapan anaknya memiliki kemampuan bersosialisasi dan kemampuan mengekspresikan diri.
Dngan kata lain bahwa good child bagi orang Jepang adalah mereka yang tidak menonjolkan diri dan mengikuti aturan dalam masyarakat. good child versi amerika adalah mereka yang memiliki opini/pendapat dan mandiri.
Dalam sebuah grup/kelompok penting untuk mempertimbangkan oranglain, style komunikasi ini dinamakan "mind reading",yang sangat menjaga perasaan oranglain. misal, ketika seseorang harus menolak request/permintaan, kedua belah pihak akan malu, oleh karenanya butuh waktu yang lama bagi orang jepang untuk memutuskan sesuatu, karena mempertimbangkan perasaan oranglain. jadi, mempertimbangkan oranglain itu pertama dan terpenting bagi orang jepang.
Inilah bahasan singkat tentang Ikuji di buku "The Japanese Mind" ini.
Apa yag dapat kita simpulkan :
Ibu Jepang mendidik anaknya untuk bisa :
1. Coorpartion/kooperatif. dididik untuk memiliki kemampuan bekerja sama dalam suatu kelompok/masyarakat. menjadi bagian yang satu/sama dengan suatu kelompok.
2. Emphati (tidak menyakiti oranglain, tidak menyusahkan oranglain)
3. Mencontoh apa yang dilakukan oleh orantuanya
4. Membentuk good child dalam diri anak sehingga tidak ada punismet secara langsung, dan anak berusaha menjadi good child
Tiada yang sempurna memang baik konsep barat (yang diwakili oleh amerika dalam bahasan ini maupun konsep timur yang dinut oleh orang Jepang, sama sama memiliki kelebihan dan kekurangan.
Childrearing ala timur ada kekurangan yaitu anak menjadi kurang tegas dalam memutuskan sendiri karena terbiasa berkelompok, kurang bisa mengemukakan opini/menonjolkan diri.
Mendidik anak adalah tugas kita sebagai orangtua, ambil yang baik buang yang jeleknya, dan yang terpenting adalah mendidik anak sesuai FITHRAHnya.
|
IBARAKI Elementary School |
Kawasaki, 2017