Tama Byouin siang itu....
Aku menatap langit Tokyo cerah siang itu. matahari musim
panas kadang menyengat. Ruanganku tetap adem. Tapi tidak dengan hatiku. Ada banyak
hal yang tengah berkecamuk disana. Help me Allah. pelan dan dalam. Dalam hati. Kalimat
kalimat panjang ibuku terurai dalam benakku. Masih terngiang kata katanya
barusan yang ku dengar via telpon. Aku butuh genggamannya.
Kekasihku pun diam. Menggenggam tanganku memberi kekuatan. Bagaimana
kami menghadapinya?? Berdua?? Tidak. ada Allah. bantu ya Rabbi. Risau sungguh. Saat
kenyataan jauh dari harapan, maka bersabarlah. Bersabarlah.
Waktu terus berputar. Perlahan semua alat dipersiapkan
untukku. Setiap jam ada dokter atau perawat yang datang memastikan kondisiku. Bahkan
fokusku buyar saat dokter anestesi ini menjelaskan segala sesuatunya. Kubisikkan
perutku. Ayo nak. Ketemu yuuk”.
Hanya menunggu jam saja. Begitulah. Akhirnya aku berganti
baju dan statusku sudah dipastikan. Aku berharap bisa sabar seluas dan sedalam
yang kubisa. Bukankah pertemuan itu jauh lebih penting dan berharga
dibandingkan proses yang mungkin tidak pernah terpikir sebelumnya?? iya benar. Kami
ingin bertemu denganmu, nak.
Aku menjauhi kekasihku. Dulu sekali aku berharap dia akan
mendampingiku kelak jika waktunya sudah tiba. Rencana allah yang terbaik dari
segalanya. Allah mendampingi Insya Allah.
Setengah jam berlalu entah apa yg terjadi sana. Akhirnya aku
mendengar suara keras tangisan bayi. Diakah??? Ada aliran hangat yang tetiba
menyeruak. Alhamdulillah. Terurai sudah. aku tergugu. Kau yang ku tunggu.
Assalamualaikum
sayang, Sesaat ketika wajahnya didekatkan pada wajahku. Skin contact untuk
pertama kalinya. Beginilah rasanya. Rasakanlah bahwa ada bagian dalam dirimu
yang akan menghidupkan hari harimu....
Sebagaimana kau dulu menghiasi hari hari ibumu, begitulah
anakmu kelak menghidupkan harimu.
“To my child:
If i had to choose between loving you and breathing ...
I would use my last breath to tell you...
I love you...
Megumi Tsabita A (Kawasaki, Jumat 3 juni 2016)